Upaya penanganan bencana di Pidie Jaya, Aceh, memasuki babak baru yang tidak biasa. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengambil langkah unik dengan mengerahkan empat gajah jinak—Abu, Mido, Ajis, dan Noni—untuk membantu proses evakuasi serta pembukaan akses di wilayah yang terdampak dampak longsor dan banjir. Langkah ini sontak menjadi perhatian publik, mengingat penggunaan gajah sebagai “relawan” bencana merupakan langkah yang jarang terjadi dan penuh tantangan.
Kepala BKSDA Wilayah Sigli, Hadi Sofyan, menjelaskan bahwa keputusan mengerahkan gajah dilakukan pada Senin, 8 Desember 2025. Ia menyebut bahwa terdapat beberapa area yang sama sekali tidak bisa ditembus alat berat karena medan yang ekstrem, dipenuhi tumpukan kayu gelondongan, tanah longsor, serta akses jalan yang sepenuhnya terputus. Gajah menjadi satu-satunya pilihan yang dapat bergerak lincah di medan sempit sekaligus memiliki kekuatan besar untuk memindahkan rintangan-rintangan berat tersebut.
Keempat gajah tersebut diturunkan ke wilayah Gampong Meunasah Bie, Meureudu, dan Meurah Dua—daerah yang paling parah terdampak. Selain membersihkan kayu dan membuka akses jalan, para gajah juga dilibatkan untuk membantu proses evakuasi warga dari titik-titik yang terisolasi. Dalam beberapa kasus, gajah bahkan membantu membawa logistik ke lokasi pengungsian ketika kendaraan tidak dapat masuk. Warga menyebut kehadiran para gajah itu sebagai “pahlawan sunyi” yang bekerja tanpa henti di tengah kondisi cuaca buruk.
Menurut Hadi Sofyan, operasi ini dijadwalkan berlangsung selama tujuh hari, hingga 14 Desember 2025. Selama periode tersebut, para mahout atau pawang gajah bekerja bersama tim SAR dan relawan untuk mengatur rute, memastikan keselamatan gajah, serta memaksimalkan efektivitas operasi lapangan. Hadi juga menegaskan bahwa kesehatan dan keselamatan para gajah menjadi prioritas utama, karena medan yang sulit juga memiliki risiko bagi satwa besar tersebut.
Langkah inovatif BKSDA Aceh ini menuai pujian dari berbagai pihak. Banyak yang menganggap penggunaan gajah dalam operasi kemanusiaan sebagai bentuk kearifan lokal yang cerdas, mengingat Aceh memang memiliki populasi gajah jinak terlatih. Meski demikian, beberapa ahli mengingatkan bahwa penggunaan gajah harus dilakukan dengan pengawasan ketat untuk menghindari stres atau cedera pada satwa.
Di tengah situasi darurat, para gajah ini tidak hanya menjadi kekuatan tambahan, tetapi juga simbol harapan bagi warga yang terdampak. Keberanian dan peran luar biasa mereka menegaskan bahwa dalam kondisi tersulit sekalipun, alam dan manusia dapat saling membantu untuk bangkit kembali.






