Balikpapan, 22 Desember 2025 – Tim Kuasa Hukum Terdakwa Catur Adi Prianto dalam Perkara Nomor 381/Pid.Sus/2025/PN.Bpp mengungkap dugaan praktik mafia peradilan yang dinilai serius dan mengancam prinsip keadilan di Pengadilan Negeri Balikpapan. Terdakwa Catur Adi Prianto diketahui menghadapi tuntutan pidana maksimal berupa hukuman mati atau penjara seumur hidup, yang menurut kuasa hukum didasarkan pada bukti fiktif serta manipulasi dokumen resmi negara.
Dalam keterangan resminya, Kantor Hukum Agus Amri & Affiliates menyatakan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp5,8 miliar tidak pernah dibuktikan secara sah di persidangan. Hingga saat ini, tim kuasa hukum menegaskan tidak ada satu pun dokumen perbankan autentik, seperti rekening koran asli atau validasi resmi dari pihak bank, yang disita maupun dimasukkan ke dalam daftar barang bukti.
Kuasa hukum menyebut dasar tuntutan tersebut sebagai “ghost evidence” atau bukti hantu, karena hanya berupa angka imajiner tanpa pembuktian faktual. Kondisi ini dinilai mencederai asas pembuktian dalam hukum pidana dan berpotensi merampas hak hidup seseorang secara sewenang-wenang.
Selain itu, tim kuasa hukum juga mengungkap dugaan rekayasa Berita Acara Sidang (BAS). Berdasarkan hasil audit digital forensik terhadap rekaman audio persidangan yang dilakukan bersama Laboratorium Forensik Ull, ditemukan perbedaan signifikan antara fakta persidangan dengan isi BAS. Dalam rekaman audio, terdakwa dan saksi disebut menyatakan tidak mengetahui atau menolak keterlibatan Catur, namun dalam BAS tertulis sebaliknya, yakni seolah-olah terdakwa membenarkan dan mengetahui perbuatan yang didakwakan.
“Manipulasi ini sangat berbahaya karena mengubah fakta ‘tidak bersalah’ menjadi ‘terbukti bersalah’ secara administratif, dan berpotensi menyesatkan hakim pada tingkat selanjutnya,” ujar Agus Amri, Kuasa Hukum Catur Adi Prianto.
Atas temuan tersebut, tim kuasa hukum telah menempuh berbagai langkah hukum, termasuk melaporkan saksi mahkota ke Polda Kalimantan Timur atas dugaan sumpah palsu, serta melaporkan panitera pengganti atas dugaan pemalsuan surat dalam jabatan. Pengaduan etik juga telah disampaikan kepada Komisi Yudisial, Badan Pengawasan Mahkamah Agung, dan Komisi Kejaksaan.
“Kami tidak meminta perlakuan istimewa. Kami menuntut peradilan yang jujur. Bagaimana mungkin negara mengambil nyawa seseorang berdasarkan bukti transfer yang tidak pernah ada fisiknya dan berita acara sidang yang isinya dikarang bebas oleh oknum? Ini bukan lagi penegakan hukum, ini perampokan keadilan,” tegas Agus Amri.
Sebagai penutup, tim kuasa hukum mendesak Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur untuk menunda putusan banding hingga seluruh proses pemeriksaan pidana dan etik terhadap oknum terkait diselesaikan, demi menjaga marwah peradilan dan mencegah lahirnya putusan di atas fondasi kebohongan.






