Abdul Rahman Mengubah Limbah Dapur Menjadi Sabun Eco Enzyme Pembeli Sampai Luar Kota 

Karena Covid , Abdul Rahman berhasil menciptakan ide untuk membuat produk dari limbah dapur menjadi sabun 

 

BALIKPAPAN – Di sebuah rumah sederhana di RT 5, Jalan Daksa, Sepinggan, Balikpapan Selatan, aroma segar fermentasi organik perlahan menyambut setiap tamu yang datang. Di tempat inilah Abdul Rahman, sosok yang dikenal luas sebagai pelopor bank sampah di lingkungannya, menerima kunjungan wartawan Nusantara Metro, Oky Mahendra, pada Jumat (14/11/2025). Dengan senyum ramah dan tangan yang penuh kesibukan, ia memperlihatkan hasil inovasi yang kini menjadi sumber penghasilan sekaligus bentuk kepeduliannya terhadap lingkungan sabun ramah lingkungan berbahan dasar eco enzyme.

 

 

 

Di ruang kerjanya yang sederhana, Abdul Rahman tidak hanya memproduksi sabun cair, tetapi juga sabun batangan. Keduanya dibuat dengan proses fermentasi alami yang membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. “Eco enzyme ini berasal dari limbah dapur seperti sisa buah dan sayur. Yang penting bahan organiknya masih segar. Kita fermentasi selama tiga bulan,” ujarnya sambil menunjukkan cairan berwarna cokelat jernih hasil fermentasi yang menjadi dasar utama produknya.
Setelah proses fermentasi selesai, cairan eco enzyme kemudian diproses kembali selama sekitar satu bulan untuk diolah menjadi sabun. Abdul Rahman mencampurkan MES (Methyl Ester Sulfonate) dan sedikit garam untuk mendapatkan tekstur sabun yang lembut namun tetap efektif membersihkan. “Busanya memang tidak sebanyak sabun pabrikan, tapi jauh lebih aman untuk kulit dan cepat terurai. Murni organik,” jelasnya.
Keunikan lainnya ada pada aroma yang digunakan. Alih-alih pewangi kimia, Abdul Rahman memilih minyak sereh wangi (serewani) untuk memberikan aroma segar alami. “Kita pakai serehani untuk esensialnya. Aromanya lembut dan aman,” tambahnya.

 

 

Soal harga, sabun cair eco enzyme dijual seharga Rp27.000 per botol, sementara sabun batangan dipasarkan mulai dari Rp32.000 hingga Rp42.000 tergantung ukuran dan varian aroma. Meski belum menjalani uji laboratorium resmi karena keterbatasan biaya, Abdul Rahman memastikan bahwa sabun-sabun buatannya telah digunakan masyarakat sejak 2021 tanpa keluhan berarti. “Sudah banyak yang pakai, Alhamdulillah aman dan hasilnya bagus,” tegasnya.
Kini, produk sederhana yang berawal dari limbah dapur itu telah merambah pasar luar daerah. Pesanan datang dari Manado, Palu, Maluku, hingga Papua. Partisipasinya dalam berbagai pameran lingkungan dan UMKM turut mendorong semakin dikenalnya sabun eco enzyme ini. “Sudah sampai luar pulau. Teman-teman juga bantu promosikan,” katanya dengan bangga.
Di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan, langkah kecil Abdul Rahman menjadi bukti bahwa penanganan sampah dapat menghasilkan nilai ekonomi. Ia mengubah sisa dapur menjadi produk bernilai, sekaligus mengajak masyarakat lebih peduli pada lingkungan.
Dengan ketekunan dan komitmen, Abdul Rahman membuktikan bahwa solusi keberlanjutan dapat dimulai dari rumah. Melalui sabun eco enzyme yang ramah kulit dan ramah lingkungan, ia mengirimkan pesan bahwa perubahan besar selalu berangkat dari langkah kecil yang dilakukan dengan konsisten.

Related posts